Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT
kepada umat manusia sebagai syari’at yang
bersifat rahmatan lilaalamiin, berlaku secara
universal. Universalitas ajaran Islam
menjadikannya tersebar dan diterima di seluruh
penjuru, termasuk di Indonesia. Ajaran Islam
yang masuk ke Indonesia bersentuhan dengan
budaya lokal, dikarenakan sebelum Islam
masuk budaya-budaya tersebut sudah tumbuh
dan berkembang di dalam sistem masyarakat
setempat.
Akulturasi antara ajaran Islam dengan
budaya tersebut membuat Islam mudah
diterima dan dipahami sehingga mudah
diterima oleh masyarakat, walaupun mereka
memiliki kepercayaan sendiri seperti animisme,
dinamisme, Hindu maupun Budha.
Islam kemudian membawa pengaruh ke
arah kemajuan di berbagai aspek. Kemajuan
tersebut tidak lepas dari kegiatan perdagangan
yang dilakukan oleh pedagang Arab, Cina,
Persia dan India. Melalui hubungan
perdagangan ini, Islam kemudian menyebar di
Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan, jalur
perdagangan, perkawinan, dakwah, pendidikan,
kesenian dan politik.
Diterimanya ajaran Islam dalam
kehidupan sosial masyarakat di Indonesia,
akhirnya membentuk tradisi sendiri yang
menggabungkan tradisi Islam dengan tradisi
lokal, yang dapat dimaknai sebagai akulturasi
budaya. Artinya, praktik-praktik Islam telah
berakulturasi (bercampur dan saling
melengkapi) dengan budaya lokal.
Penyebaran Islam dengan mencampurkan
budaya inilah yang kemudian membuat Islam
mudah diterima yang mencakup semua lini
kehidupan seperti kehidupan sosial, upacara-
upacara adat, kesenian, yang memberikan
dampak besar dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
Peranan Wali Songo sangat besar dalam
menyebarkan Islam, dengan menggunakan pola
dakwah akulturasi budaya, yang berbeda
dengan pola dakwah yang dilakukan di Timur
Tengah yang lebih menekankan pada simbol-
simbol konfrontatif (berhadapan langsung
untuk mengajak). Pola dakwah wali songo
didasarkan pada pengembangan dan
pengelolaan budaya masyarakat dengan
memasukkan nilai-nilai Islam, ajaran Islam
yang rahmatan liil-aalamiin. Tujuannya yaitu
membentuk karakter masyarakat berakhlakul
karimah yang dapat menyeimbangkan unsur
jiwa sebagai manusia, psikis, sosial dan
spiritual.
KEDATANGAN ISLAM DI
INDONESIA
Memahami perkembangan Islam di
Indonesia, haruslah merunut dari awal
kedatangan Islam, melalui proses penyebaran
yang mengakomodasi budaya-budaya lokal dapat membahayakan stabilitas sosial-
politik.
c. Penggunaan gelar Syah yang biasanya
digunakan di Persia juga digunakan oleh
raja-raja di Indonesia.
Teori ini mendapat dukungan dari Umar Amin
Husein yang menyatakan bahwa:
a. Dikenalnya huruf Pegon di Jawa berasal
dari Persia
b. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam
mengeja huruf arab untuk tanda baca
harakat, seperti “Jabar Jer”, yang dalam
bahasa Arab disebut “fathah kasrah”.
c. Tradisi Muharram yang dihubungkan
dengan Husain putra Sayyidina Ali ra.
yang meninggal di Karbala. Di Persia
prosesi upacara dilakukan dengan
mengarak peti yang disebut tabut.
(Puslitbang Lektur Keagamaan, Sejarah
dan Berkembangnya Islam di Nusantara,
2005).
Teori ini juga banyak mendapat kritikan,
terutama dari Dahlan Mansur, Abu Bakar
Atceh, Saifuddin Zuhri, dan Hamka. Penolakan
didasarkan pada alasan bahwa, bila Islam
masuk abad ke-7 M yang ketika itu kekuasaan
dipimpin Khalifah Umayyah (Arab), sedangkan
Persia Iran belum menduduki kepemimpinan
dunia Islam.
3. Teori Arab/Makkah
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk
ke Indonesia berasal dari Arab/Mekkah pada
abad ke 7, sejak masa kerajaan Sriwijaya.
Menurut Yaqut alHamari dalam karyanya
“Mu‟jam alBuldaan” sebagaimana yang
dikutip oleh M. Yakub, kedatangan Islam ke
Indonesia sudah dimulai pada masa Khulafa’
alRasyidin, yang dikuatkan melalui bukti
catatan resmi dan Jurnal Cina pada periode ini
Dinasti Tang 618 M.
Menegaskan bahwa Islam sudah masuk
wilayah Timur jauh, yakni Cina dan sekitarnya
pada abad pertama Hijriah. Cina yang
dimaksudkan pada abad pertama Hijriah adalah
gugusan pulau-pulau di Timur Jauh termasuk
Kepulauan Indonesia.
Kerajaan Arab juga pernah mengirim
utusan ke Kerajaan Ho Long sekitar tahun 640
M, 666 M, dan 674 M. Menurut Alwi Shihab
dalam karyanya “Antara Tasawuf Sunni &
Tasawuf Salafi: Akar Tasawuf di Indonesia)
bahwa Kerajaan Ho Long tersebut terletak di
Jawa Timur yang bernama Kerajaan Kalingga
yang terkenal dengan kemajuan dan
kesejahteraan rakyat serta keadilan
pemerintahannya.
Teori Mekkah muncul ketika teori Gujarat
mendapat banyak kritikan oleh para sejarawan
karena kelemahan argumen. Kritikan tersebut
datang dari berbagai sejarawan seperti dari
Indonesia, Malaysia, India, Australia dan
Prancis. Sejarawan Indonesia yang sangat
memperjuangkan teori ini seperti Buya Hamka
dan Naquib al- Attas sedangkan sejarawan
Barat yang juga mendukung teori ini adalah
Crawfurd (1820 M), Keyzer (1859 M), Veith
(1878 M).
Adapun beberapa argumen Hamka dan Sayyid
Mohammad Naquib al-Attas di antaranya;
Penulis : Ajeng novianti Muhammad Hamdani Adnan Madani Muhammad fahri mudzakir
Editor : Abqo robbani